Tragedi Mei 1998 di Indonesia menyisakan bukan hanya runtuhnya rezim Orde Baru, tapi juga luka kemanusiaan yang mendalam. Salah satu kisah kelam yang hingga kini masih menyayat adalah kasus pemerkosaan massal terhadap perempuan, terutama etnis Tionghoa, yang terjadi di tengah kerusuhan.

Bukan Isu, Tapi Fakta

Meski sempat dianggap rumor oleh sebagian pihak, berbagai temuan investigatif dan laporan independen membuktikan bahwa kekerasan seksual itu benar terjadi. Korban-korban mengalami:

• Pemerkosaan secara brutal, bahkan di hadapan keluarga.

• Kekerasan fisik dan verbal bernuansa rasial.

• Trauma jangka panjang dan ketakutan untuk bicara.

Temuan dan Laporan Penting

• Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk pascareformasi mencatat bahwa ada indikasi kuat terjadinya kekerasan seksual secara sistematis.

• LSM dan kelompok advokasi juga menerima kesaksian korban secara tertutup, meskipun identitas banyak korban dirahasiakan demi keselamatan mereka.

• Sayangnya, hingga kini tidak ada satupun pelaku yang diadili secara tuntas.

Diam yang Memekakkan

Ketakutan, stigma sosial, dan tekanan politik membuat korban enggan tampil di publik. Banyak yang memilih diam, sementara sebagian masyarakat masih menyangkal bahwa kekerasan tersebut pernah terjadi.

Mengapa Ini Penting Diangkat?

• Agar bangsa tidak kehilangan empati terhadap korban.

• Sebagai pengingat bahwa demokrasi tak boleh dibangun di atas penderitaan yang dilupakan.

• Karena keadilan belum ditegakkan, dan luka sejarah tak bisa sembuh jika terus disangkal.

Suara Korban Harus Didengar

Lebih dari dua dekade berlalu, tapi jeritan korban masih terpendam. Mengangkat kembali kebenaran bukan berarti membuka luka, tapi menunjukkan bahwa kita sebagai bangsa tidak menutup mata terhadap sejarah kelam yang pernah terjadi.