Tuntutan Driver Ojol Soal Potongan Tarif Belum Mereda, Akar Masalah Kian Terlihat

     

    Gelombang aksi protes yang dilakukan pengemudi ojek online dari berbagai platform—seperti Gojek, Grab, dan Maxim—kembali mencuat. Para pengemudi menuntut penghapusan sejumlah fitur aplikasi yang dinilai merugikan serta mendesak penurunan potongan biaya aplikasi dari 20 persen menjadi hanya 10 persen.

    Dibandingkan tahun sebelumnya, intensitas demonstrasi yang digelar para mitra pengemudi meningkat pada 2025. Hingga pertengahan tahun, tercatat sudah empat kali aksi unjuk rasa berlangsung.

    Sorotan terhadap Potongan Komisi

    Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, menyebut pemotongan biaya aplikasi yang dikenakan kepada pengemudi saat ini tidak sesuai dengan regulasi. Bahkan, dalam praktiknya, bisa mendekati 50 persen.

    Padahal, menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 1001 Tahun 2022, potongan maksimal seharusnya 15 persen ditambah 5 persen, di mana tambahan 5 persen tersebut wajib dikembalikan ke pengemudi dalam bentuk insentif atau manfaat lainnya.

    "Faktanya, sejak aturan itu diterbitkan, justru banyak aplikasi yang memotong hingga hampir 50 persen. Tidak ada ketegasan dari regulator," tegas Igun dalam keterangannya, Senin (21/7/2025).

    Igun menegaskan bahwa usulan penurunan potongan komisi menjadi 10 persen telah dikaji sejak tahun 2020, baik secara akademis maupun empiris. Ia bahkan menantang pihak-pihak yang menganggap potongan 20 persen sudah ideal untuk menyampaikan data dan kajian resmi sebagai pembanding.

    Bandingkan dengan Negara Lain

    Berdasarkan kajian Garda, negara-negara Asia lainnya menetapkan potongan aplikasi hanya di kisaran 6–12 persen, jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia yang bisa mencapai 15,5 persen atau bahkan lebih.

    Tak hanya menyoal potongan komisi, Garda juga menyoroti belum dilakukannya audit terhadap perusahaan aplikasi, meski hal itu telah diatur dalam KP No. 1001/2022. Hasil audit tersebut seharusnya dilaporkan kepada Kementerian Perhubungan dan dibagikan kepada seluruh pemangku kepentingan dalam ekosistem transportasi daring.

    Desakan Tambahan: Regulasi Kurir dan Hapus Fitur Merugikan

    Dalam aksi terbarunya, Garda Indonesia turut menyuarakan pentingnya regulasi tarif untuk layanan pengantaran barang dan makanan oleh kurir online, demi menjamin perlindungan yang adil bagi pengemudi maupun konsumen.

    Selain itu, mereka juga menuntut penghapusan fitur-fitur seperti slot order, multi order, dan argo Rp5.000 (goceng) yang dinilai menekan penghasilan mitra.

    "Kalau ada yang menilai tuntutan ini bermuatan politik, silakan buktikan dengan data. Ini murni aspirasi pengemudi yang sudah lama disuarakan," tegas Igun.

    Respons Aplikator: Gojek Bungkam, Grab Angkat Bicara

    Sementara Gojek belum memberikan tanggapan resmi, pihak Grab menegaskan bahwa setiap perubahan skema komisi harus dikaji secara komprehensif dan proporsional.

    Menurut Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza Munusamy, penurunan potongan secara signifikan dapat berdampak luas terhadap ekosistem transportasi online, yang mencakup aplikator, pengemudi, hingga konsumen.

    “Grab memberikan kebebasan bagi mitra pengemudi untuk memilih platform yang sesuai dengan kebutuhan mereka, termasuk mempertimbangkan skema komisi masing-masing aplikasi,” kata Tirza.

    Pengamat: Kepentingan yang Bertabrakan Jadi Akar Masalah

    Direktur Ekonomi Digital CELIOS, Nailul Huda, menilai bahwa konflik berkepanjangan ini terjadi akibat benturan kepentingan antara aplikator dan pengemudi. Aplikator berupaya mempertahankan margin keuntungan, sementara pengemudi merasa terbebani oleh potongan yang dinilai berlebihan, terlebih di tengah kenaikan biaya hidup.

    “Minimnya kajian publik dari Kementerian Perhubungan membuat masalah ini tak kunjung menemukan titik temu,” ujarnya.

    Ia menambahkan bahwa iklim industri bisa terganggu bila demo terus berlanjut, bahkan dapat mengancam keberlanjutan model bisnis ride-hailing di Indonesia.

    Perlu Regulasi dan Dialog Terbuka

    Saran serupa disampaikan oleh Heru Sutadi, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute. Ia mengusulkan agar potongan komisi diturunkan ke kisaran 10–15 persen, disertai peningkatan transparansi serta penghapusan fitur yang dianggap membebani pengemudi.

    “Pemerintah harus segera menetapkan tarif minimum dan membuka ruang dialog rutin antara regulator, aplikator, dan mitra pengemudi,” ujar Heru.

    Ia juga menekankan pentingnya pembentukan asosiasi resmi pengemudi sebagai wadah advokasi yang solid. Sementara di sisi konsumen, Heru berharap masyarakat turut berpartisipasi dengan memilih layanan transportasi yang memperhatikan kesejahteraan pengemudi.

    Jika tidak ada langkah konkret dalam waktu dekat, ia memprediksi gelombang protes akan terus terjadi hingga akhir tahun.

    Demo Keempat Sepanjang 2025

    Aksi unjuk rasa yang digelar pada Senin (21/7/2025) merupakan demo keempat sepanjang Januari–Juli 2025. Setidaknya ada lima tuntutan utama yang dibawa para pengemudi, salah satunya adalah desakan agar DPR segera mengesahkan undang-undang khusus untuk transportasi online.

    PT DUA SISI MEDIA

    PT DUA SISI MEDIA
    Jurnalis Berita Independen - Aktivitas Kantor Berita Oleh Swasta

    TOKO ONLINE

    TOKO ONLINE
    Jual Atau Beli "Apapun" di Toko ini

    KONTAK

    Telp. (0751) 8970711
    Whatsapp: 0822-3345-6667
    cs.082233456667@gmail.com